Dalam tinjauan terminologi, para Ulama’ mengartikan kaidah, itu berbeda-beda sesuai dengan konsentrsai masing-masing dibidang studinya, yakni:
1. Kaidah menurut Ulama’ Nahwu (Gramatika Arab), misalnya diartikan sebagai ketentuan-ketentuan umum yang bersifat tetap/menyeluruh yang dapat mencakup semua pembahasan masalah-masalah partikular.
2. Sedangkan mayoritas Ulama Ushul mendefinisikan kaidah dengan “Ketentuan dasar yang bersifat tetap secara kulliyyah yang dapat diketahui hukum-hukum cabang yang tercakup di dalamnya.
3. Dikalangan ahli Fiqh masih terjadi perbedaan pandangan dalam mendefinisikan arti kaidah. Tajuddin As Subki (W. 771 H) memaknai kaidah sebagai sebuah rumusan hukum yang bersifat menyeluruh (kulliyyah) dan dapat mencakup berbagai masalah furu’iyyah, untuk mengetahui ketentuan hukum pada masalah yang serupa.
4. Al Hamawi mengartikannya sebagai kerangka hukum mayoritas yang mencakup banyak permasalahan serta berfungsi untuk mengetahui hukum-hukumnya, dan masih terdapat pengecualian-pengecualian.
Sedangkan Fiqh, menurut istilah adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah (praktis) yang diambilkan dari dalil-dalil yang tafshili (terperinci).
Jadi, dari semua uraian diatas – Sebagaimana yang diutarakan oleh Dr. Abdurrahman Asy Sya’lani – dapat disimpulkan, bahwa Qawaidul fiqhiyah adalah “Aturan umum dalam fiqh yang bersifat kulliyyah (unifersal) yang membahas tentang cabang-cabang yang banyak dari berbagai BAB”.
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment