Ketika Rasulullah SAW masih hidup semua persoalan yang dihadapi oleh umat Islam bias langsung ditanyakan pada Beliau. Namun ketika Rasulullah SAW telah wafat, mau tidak mau para Sahabat harus berijtihad untuk memcahkan masalah-masalah yang mereka hadapi.
Metode yang ditempuh oleh sahabat setiap kali menghadapi masalah baru adalah berusaha mencari jawabannya dalam al-Qur’an, jika tidak ditemukan maka mereka meneliti hadits Nabi, dan jika tidak ditemukan maka mereka berupaya melakukan ijtihad dengan berpegang pada prinsip pokok yang dicontohkan Nabi. Mereka berupaya meneliti ‘illat hukum yang dikandung nash dan mengkomparasikannya dengan permasalahan baru. Inilah cikal bakal penggunaan qiyas sebagai salah satu metode penggalian hukum. Penggunaan qiyas inilah yang pada akhirnya menjadi embrio lahirnya hukum fiqh. Pada masa tabi’in kajian hukum fiqh semakin berkembang seiring dengan munculnya berbagai mazhab fiqh. Beragam metodologi penggalian hukum mulai diperkenalkan oleh para imam madzhab, seperti konsep istishlah Imam Malik, metodologi qiyas Imam Syafi’i, serta konsep istihsan imam Hanafi. Pada masa ini pula mulai bermunculan kitab-kitab fiqh periode pertama yang ditulis oleh imam madzhab atau para muridnya. Selain membicarakan berbagai macam persoalan fiqh, pada umumnya dalam kitab tersebut juga disisipkan beberapa prinsip dasar bangunan hukum yang digali dari berbagai macam dalil yang menjadi landasan persoalan hukum fiqh. Penyisipan tersebut olehh generasi fuqaha’ selanjutnnya dijadikan sebagai prinsip penggalian hukum. Dari sinilah para ulama mulai mengembangkan kaidah fiqh. Disamping itu, bibit kaidah juga dirumuskan para ulama dari berbagai persoalan juziyyah yang dipadukan dengan dalil syar’i. Permasalahan yang memiliki kemiripan ‘illat dan karakter hukum dikemas dalam satu ungkapan yang bisa berbentuk ‘illat, dlabith, kaidah, atau ketentuan hukum lainnya. Hasil dari upaya tersebut dikumpulkan, dihafal, bahkan ditulis dalam kitab-kitab.Usaha untuk menghafal dan mengumpulkan tersebut mulai tampak sejak tahun 300-an hijriyah. Diantaranya adalah ulama’ madzhab hanafi yakni Abu Thahir ad-Dabbas yang merangkum persoalan fiqh madzhab Hanafi dalam 17 kaidah. Koleksi kaidah milik Abu Thahir ini kemudian dibukukan oleh sahabat karibnya yaitu Abu al-Hasan al-Karkhi yang kemudian ditambah sehingga berjumlah 39 kaidah.
Sementara itu di kalangan madzhab Syafi’I, Qadli husayn dinilai sebagai orang pertama yang merumuskan 4 macam kaidah madzhab Syafi’I, yakni:
1. كل أصل تمهد و تقرر في الشريعة لا يزال عنها إلا بيقين
2. إن المشقة تجلب التيسير
3. اشتقت من قوله لا ضرر ولا ضرار
4. تحكيم العادة و الرجوع إليها
Ke empat kaidah ini pada periode berikutnya disempurnakan lagi menjadi lima kaidah dengan penambahan kaidah الأمور بمقاصدها, dan disertai dengan perubahan berbagai redaksi.
{ 0 comments... read them below or add one }
Post a Comment